Salahkah Aku Jatuh Cinta?
Pagi itu langit sangat cerah. Langit membiru berpadu indah dengan guratan-guratan kuas Sang Pencipta yang menciptakan awan putih berseri, memancar terang karena mentari. Kupandangi juga bangunan sekolahku dan sekitarnya yang asri, kontras dengan warna langit. Mataku terasa teduh dan hatiku terasa bebas. Apalagi hari ini guru favoritku akan mengajar di kelasku. Senangnya! Aku tak sabar menyambut senyum manisnya.
Perkenalkan, namaku Widia. Siswi kelas XII IPA salah satu SMA favorit
yang ada di kotaku. Aku seorang gadis belia yang kata orang cukup cerdas di
sekolah. Wajahku pun, katanya sih "cantik". Ah, pedenya diriku ini.
Hehe… Tak apalah, percaya diri itu bagus, asal jangan berlebihan.
Tahukah kau…?! Sampai saat ini aku belum punya pacar. Sebenarnya
ada sih rasa ingin pacaran seperti
teman-temanku yang lain, tapi aku terlalu khawatir. Lagipula, aku ingin fokus
belajar terlebih dahulu. Apalagi, semester depan membutuhkan persiapan ekstra
untuk menghadapi Ujian Nasional (UN). Dan masalah yang satu itu, biarkan saja
orang lain suka, senang, atau cinta padaku — yang pasti, saat ini aku belum
ingin pacaran.
Belakangan ini hari-hariku jadi semakin berbeda. Tahukah kau
kenapa? Di sekolahku, ada mahasiswa dari berbagai Universitas yang sedang
praktik mengajar. Di antara mereka, ada satu mahasiswa, duh… sejak pertama kali
melihatnya, dadaku tiba-tiba berdegub kencang dibuatnya. Selama ini, jarang sekali
aku bertemu lelaki muda yang berpenampilan dan berlaku layaknya pria dewasa
seperti dia. Apa ini yang namanya cinta? Semakin lama aku memperhatikannya,
perasaan kagum itu semakin kuat saja.
Dia mengajar di kelasku. Bisa kau bayangkan bagaimana bisa hati ini
tidak cenat-cenut setiap kali melihatnya? Jika setiap hari yang kutangkap
hanyalah kebaikan dalam dirinya. Apalagi ketika ia memanggil namaku, hatiku
serasa melompat bahagia. Aku merasa dia sungguh-sungguh memperhatikanku.
Rasa-rasanya, aku ingin sekali memilikinya.
Tapi, aku bingung. Tak pantas rasanya seorang murid jatuh cinta
kepada gurunya. Lagipula, apakah mungkin dia juga mau denganku yang masih bau
kencur ini. Ah, setidaknya aku ingin dia tahu kalau aku menyukainya.
“Oh my God, help me please!” seruku dalam
hati.
Oh ya… Aku punya nomor hp-nya. Jika mau, aku bisa saja mengungkapkan
perasaan ini lewat SMS. Tapi, bukankah itu konyol? Mau disimpan di mana mukaku jika saja dia cuek
atau lebih dari itu sikapnya berubah kepadaku. Ah, cinta ini membunuhku. Kenapa
harus dia? Kenapa bukan yang lain—temanku yang sebaya, misalnya?
Kenapa hati ini begitu mengaguminya?
Tahukah kau…?! Meski perasaan ini sudah dalam. Aku tak mau jika
perasaan ini membuat hidupku berantakan. Aku bukan orang bodoh yang dengan
cinta membuatku lalai dengan tugas-tugasku. Aku juga tak ingin rasa ini ternoda
oleh kelebaian. Aku harus jalani hari-hariku di sekolah bersama
teman-teman seperti biasa. Tapi, tetap saja rasa kagumku kepada guru favoritku
itu belum juga padam. Biarlah dia jadi penyemangat hidupku. Mungkin saja, Tuhan
sedang mengujiku di usia remaja yang labil ini. Mungkin juga Tuhan ingin
menguji keseriusanku dalam belajar. Terima kasih, Tuhan. Di tengah perasaan
cinta yang menggebu ini, Kau masih membiarkan pikiranku berjalan sebagaimana
mestinya. Aku tak mau buta karena cinta.
Akhirnya, baru saja kutahu bahwa guru favoritku memilih untuk tidak
berpacaran demi fokus menyelesaikan kuliahnya. Tapi, aku cukup bisa menerima
alasannya. Bahkan aku semakin kagum padanya.
Semoga saja nanti dia jodohku. Ah, apa bisa? Hihihi…
(Kota Mataram, Juli 2011)

Posting Komentar untuk "Salahkah Aku Jatuh Cinta?"